Minggu, 15 Juni 2014

Proposal Penenlitian Eksperimen

PROPOSAL PENELITIAN


EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN SISWA KELAS V SD NEGERI 05 OKU MENULIS KARANGAN BERDASARKAN PENGALAMAN


Disusun Oleh
                                                            Andri Syarifudin     1121153


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BATURAJA
2014


PROPOSAL PENELITIAN
EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN SISWA KELAS V SD NEGERI 05 OKU MENULIS KARANGAN BERDASARKAN PENGALAMAN

A.      Latar Belakang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan utnuk mengatasi masalah yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia, yaitu lemahnya proses belajar dan pelaksanaan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru (teacher centered). Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Proses pembelajaran mata pelajaran sains, salah satunya mata pelajaran Bahasa Indonesia, saat ini belum mampu mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis. Hal tersebut disebabka masih sering digunakannya metode atau model konvensional dalam pembelajaran, seperti metode ceramah dan metode atau model lain yang masih didominasi oleh guru (teacher centered). Dalam KTSP guru lebih leluasa merancang pengalaman pembelajaran untuk setiap mata pelajaran sesuai dengan satuan pendidikan, karakteristik sekolah/daerah maupun karakteristik peserta didik. Demikian juga sistem penilaian yang dikembangkan disesuaikan dengan indicator untuk mata pelajaran tertentu.
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan paradigma pendidikan menurut guru lebih inovatf dalam merancang pembelajaran, artinya guru harus melakukan reformasi kelas dalam menyusun maupun melaksanakan pembelajaran. Strategi dalam hal ini merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan akan dapat membangkitkan motivasi intrinsic. Apabila komponen tujuan, organisasi dan isi umumnya telah ditetapkan, maka komponenstartegi tergantung pada kreativitas dan kualitas professional guru sebagai pengelola pembelajaran.
Hal ini terjadi karena pola piker belajar diartikan sebagai perolehan pengetahuan, dan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa, di samping itu pembelajaran ditekankan pada hasil, bukan pada proses. Akibatnya guru harus mengajar dengan sistem konvensional dengan penggunaan metode ceramah dan cara siswa belajar lebih dominan dengan mengerjakan apa yang diberikan guru. Bebrapa metode atau model pernah diterapkan kepada siswa dalam pembelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Akan tetapi, hasilnya tidak menjadi bahan refleksi bagi guru. Kalau ada siswa yang mendapatkan nilai rendah belum ada upaya untuk mengadakan perbaikan atau pengulangan pada siklus berikutnya sehingga dapat dikatakan guru yang mengajar belum sepenuhnya menjalankan tugas sebagai pendiagnosa kemajuan belajar siswa.
Menurut Suryosubroto (2009: 2), “tugas dan peranan guru sebagai pendidik professional sesungguhnya sangat kompleks.” Kompleksitas belajar tersebut dipengaruhi oleh banyak hal. Oleh sebab itu, saat merancang skenario pembelajaran harus diperhitungkan metode atau model yang bervariasi. Hal tersebut sejalan dengan hakekat manusia yang secara faktual selalu utuh dalam berpikir dan berprilaku, serta hakekat kehidupan yang selalu berkorelasi.
Dalam proses belajar mengajar yang baik, guru hendaknya menggunakan berbagai model pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah inkuiri. Menurut Trianto, (2007: 135), “Inkuiri pada dasarnya adalah suatu rangkaian kegiatan pembellajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.”
  Berdasarkan pengamatan dan pengalaman mengajar peneliti di SD Negeri 05 OKU, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 05 OKU masih rendah karena secara klasikal nialai rata-rata siswa belum mencapai nialai Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan, yaitu 70. Hal tersebut disebabkan guru belum sepenuhnya melaksanakan perannya dalam mencari kekurangan dan kelemahan siswa dalam pembelajaran serta merumuskan solusi yang tepat untuk mengatasi permaslahan tersebut. Selain itu, guru belum mampu mengupayakan dan menumbuhkan minat belajar siswa agar menyenangi pelajaran Bahasa Indonesia. Proses pembelajaran masih sering menggunakan metode atau model lama yang lebih berfokus pada guru sebagai orang yang lebih banyak menguasai kelas. Metode atau model pembelajaran yang diterapkan guru sering satu arah saja. Guru belum maksimal menerapkan beberapa model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah model pembelajaran Inkuiri. Berdasarkan pengamatan, peneliti beranggapan model pembelajaran Inkuiri sudah diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU. Peneliti juga berasumsi bahwa model pembelajaran Inkuiri mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 05 OKU.
Berdasakan uraian di atas maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji “Efektifitas model pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman.” Peneliti mengambil kelas V sebagai objek penelitian karena kelas V ini sudah menerima materi tentang menulis karangan berdasarkan pengalaman sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang Standar Kompetensinya berbunyi “Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog”. Kompetensi Dasarnya berbunyi “Menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan”.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
1.        Bagaimanakah kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman sebelum menggunakan model pembelajaran Inkuiri?
2.        Bagaimanakah kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdsarkan pengalaman setelah menggunakan model pembelajaran Inkuiri?
3.        Apakah model pembelajaran Inkuiri efektif digunakan dalam pembelajararan menulis karangan berdasarkan pengalaman pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU?

C.      Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1.        Mendeskripsikan kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalam sebelum menggunakan model pembelajaran Inkuiri.
2.        Mendeskripsikan kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman setelah menggunakan model pembelajaran Inkuiri.
3.        Mendeskripsikan efektifitas model pembelajaran Inkuiri terhadap kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman.

D.      Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai efektifitas model pembelajaran Inkuiri terhadap kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut.
1.        Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan siswa dalam menulis karangan berdasarkan pengalaman.
2.        Bagi guru, dapat menjadi pedoman dan umpan balik sehingga dapat menjadi tolak ukur dalam proses belajar mengajar.
3.        Bagi peneliti, dapat menambah wawasan pengetahuan penulis sehingga dapat dijadikan bekal di masa yang akan dating.
4.        Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi rujukan dalam penelitian sejenis.

E.       Hipotesis Penelitian
“Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap maslah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenaranya” (Margono, 2009: 67). Berdasarkan pendapat itu, jawaban permasalahan penelitian dapat terbukti dan dapat pula tidak terbukti. Hipotesis penelitian ini sebagai berikut.
1.        Ha: Model pembelajaran Inkuiri efektif digunakan dalam pembelajaran menulis karangan berdasarkan pengalaman pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU.
2.        Ho: model pembelajaran Inkuiri tidak efektif digunakan dalam pembelajran menulis karangan berdasarkan pengalaman pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU.

F.       Kiteria Pengujian Hipotesis
“Kriteria pengujian hipotesis menggunakan rumus uji t (Sugiyono, 2011: 122). Rumus tersebut digunakan untuk mengetahui perbandingan dari masing-masing tes dengan menggunakan rumus uji t (t test).
Adapun kriteria penguji hipotesis, menurut Sugiyono (2011: 97) berlaku ketentuan bahwa bila t hitung berada pada daerah penerimaan Ho atau terletak di antara harga table, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian bila harga t hitung atau sama dengan dari harga table maka Ho diterima. Harga t hitung adalah harga mutlak, jadi tidak dilihat (+) atau (-) nya.
Berdasarkan hal tersebut, kriteria pengujian hipotesis penelitian ini sebagai berikut.
1.        Jika t hitung > t table, maka model pembelajaran Inkuiri efektif digunakan dalam pembelajaran menulis karangan berdasarkan pengalaman pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU. Artinya, Ho ditolak dan Ha diterima jika t hitung > t table.
2.        Jika t hitung < t table, maka model pembelajaran Inkuiri tidak efektif digunakan dalam pembelajaran menulis karangan berdasarkan pengalaman pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU. Artinya, Ho diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t table.
Kriteria pengujian hipotesis diterima jika α = 0, 05 pada taraf signifikansi 95%.


G.      Kajian Pustaka
1.        Kajian teoritis
a.        Pengertian Belajar
Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar tepat dan serasi bagi murid-murid.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan, mereka mengmukakan definisi belajar menurut pendapat mereka masing-masing. Whittaker dalam Djamarah (2008: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman.
Hamalik (2007: 16) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebgai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Jadi, belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan proses untuk mencapai tujuan. Siswa akan mendapat pengalaman dengan menempuh langkah-langkah atau prosedur yang disebut belajar.
Berdasarkan bebraa definisi belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengaibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu, apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan dalam tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.

b.        Prinsip-prinsip Belajar
Menurut teori Gestalt (Djamarah, 2008: 20), prinsip-prinsip belajar meliputi hal-hal sebagai berikut.
1)        Belajar berdasarkan keseluruhan.
2)        Belajar aadalah suatu perkembangan.
3)        Anak didik sebagai organism keseluruhan.
4)        Terjadi transfer.
5)        Belajar adalah mengorganisasikan kembali pengalaman.
6)        Belajar harus dengan melihat pengertian (insight).
7)        Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
8)        Belajar berlangsung terus menerus.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip belajar harus memnuhi persyaratan yang diperlukan untuk belajar, sesuai dengan hakekat belajar, berkesinambungan, sesuai dengan materi yang harus dipelajari, dan memenuhi syarat-syarat keberhasilan.


c.         Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan. Paiget dalam Mulyasa (2007: 108) mengemukakan hal sebagai berikut.
Model inkuiri merupakan model yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan menemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik.
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakinkan bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat diajarkan secara langsung kepada mereka.
Menurut kunandar (2009: 371),  “Inkuiri adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar dengan melibatkan secara aktif konsep-konsep dan prionsip-prinsip dan menemukan prisnsip-prisnsip baru untuk mereka sendiri.” Model inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang mampu menciptakan peserta didik yang cerdas dan berwawasan. Dengan model ini peserta didik dilatih untuk selalu berpikir kritis karena membiasakan peserta didik memecahkan suatu masalah sendiri. Model ini bertujuan untuk melatih kemampuan peserta didik dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah. Dalam proses inkuiri, guru dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitator, narasumber, dan penyuluh kelompok. Para peserta didik didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan.
Tujuan utama pembelajaran melalui model inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengmbangkan disipllin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.
Model inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang termasuk dalam model pembelajaran pemrosesan informasi. Berkaitan dengan model inkuiri, Trianto (2007: 135) menjelaskan hal sebagai berikut.
Inkuiri pada dasarnya adalah suatu rangkain kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya degan penuh percaya diri.
Sanjaya (2007: 196), mendefinisikan model inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Sund and Trowbridge (dalam Mulyasa, 2007: 109) mengemukakan ada tiga macam model inkuiri sebagai berikut.
1)        Inkuiri Terpimpin (guide inquiry)
Peserta didik memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya berupa biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Pendekatan ini digunakan terutama bagi peserta didik yang belum berpengalaman, guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Dalam pelaksanaannya sebagaian besar perencanaan dibuat dan peserta didik tidak meumuskan permasalahan.
2)        Inkuiri bebas (free inquiry)
Pada model ini peserta didik melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuan. Peserta didik harus dapat mengidentifikasikan dan merumuskan berbgagai topic permaslahan yang hendak diselidiki.
3)        Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
Pada model ini guru memberikan permaslahan atau problem dan kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.
Menurut Sanjaya (2007: 196-197), ada beberapa hal yang menjadi cirri utama dari model inkuiri, yaitu:
1)        Model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya metode inkuiri menempatkan siswa sebagai sebjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran itu sendiri.
2)        Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan teknik bertanya, karena dalam proses pembelajaran dilakukan melalui proses Tanya jawab antara guru dan siswa.
3)        Tujuan dari penggunaan metode inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pembelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimiliki.

d.        Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Sanjaya (2007: 199-201), ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan seorang guru dalam mengguanakan model inkuiri sebagai berikut.
1)        Berorientasi pada pengembangan intelektual
Maksudnya adalah dalam model pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu criteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.
2)        Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bias mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
3)        Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam mengembangkan model inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemamuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan tekhnik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan atau hanya untuk menguji
4)        Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri ataupun otak kanan, baaik otak reptile, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
5)        Prinsip keterbukaan
Dalam pembelajaran siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinann sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa menegembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
Prinsip-prinsip penggunaan model inkuiri tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh seorang guru, agar dalam proses pembelajaran dengan metode inkuiri dpat berjalan dengan baik dan bias mendapatkan hasil yang memuaskan yaitu menciptakan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan berorientasi pada penciptaan siswa yang mampu berpikir kritis dan ilmiah.
e.         Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Sanjaya (2007: 201-205), roses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1)        Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang penting, keberhasilan model ini sanagat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilaukukan dalam tahap orientasi sebagai berikut.
a)    Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
b)   Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.
c)    Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
1)   Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakn langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persolan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Teka-teki yang menjadio maslah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, diantaranya sebagai berikut.
a)    Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Guru hanya memberikan topik yanmg akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa.
b)   Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban yang sebenarnya sudah ada tinggal siswa mancari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
c)    Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.

2)   Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalah yang sedang dikaji, sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalah yang dikaji.
3)   Mengumpulkan data
Mengumpulkan data aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam medel pembelajaran ini mengumpulkan data merupakan proes mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Tugas dan peranan guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
4)   Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Menguji hipotesis bererti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.

5)   Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru menunjukkan pada siswa data mana yang releven.
Berdasarkasn prosedur pelaksanaan  model pembelajaran inkuiri tersebut, lanhkah-langkah pembeljaaran menulis karanagn berdasarkan pengalaman dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU sebagai berikut.
1)   Orientasi
a)    Menjelaskan topok, yaitu menulis karangan berdasarkan pengalaman, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dpat dicapai oleh siswa.
b)   Menjelaskan poko-pokok kegiatan berkaitan dengan menulis karangan berdasarkan pengalaman yang harus dilakukan siswa untuk mencapai tujuan.
c)    Menjelaskan pentingnya topik menulis karangan berdasarkan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran.
2)   Merumuskan masalah
a)    Siswa merumuskan masalah yang akan dikembangkan dalam bentuk karangan. Masalah dirumuskan berdasarkan hal-hal yang dialami siswa.
b)   Masalah yang akan dikarang berdasarkan pengalaman adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti.
c)    Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa agar karangan siswa menai lebih terarah.
3)   Merumuskan hipotesis
a)    Siswa merumuskan jawaban sementara atas masalah yang sudah ditentukan dengan bimbingan guru.
b)   Jawaban sementara tersebut menjadi acuan dalam menulis karangan berdasarkan pengalaman.
4)   Mengumpulkan data
a)    Siswa mengumpulkan data untuk menambah bobot karangannya yang bisa didapat dari bahan bacaan atau ingatan pengalaman.
b)   Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir menggali informasi yang dibutuhkan dalam mengarang.
5)   Menguji hipotesis
Siswa mengembnagkan kemampuan berpikir rasional untuk menuji hipotesis yang telah ditemukan. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan pengalaman siswa.
6)   Merumuskan kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan. Kesimpualan yang telah dibuat tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk karangan.


f.     Pengertian Menulis
Enre dalam Akhadiah (2004: 8) menyatakan bahwa tulisan yang baik harus dapat berkomunikasi secara efektif kepada siapa tulisan itu ditujukan. Keefektifan tersebut dapat dilihat dari kalimat-kalimat yang digunakan dalam tulisan tersebut. Penggunaan kalimat yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk menyampaikan gagasan dalam menulis, kalimat yang baik dapat meninggalkan kesan pada benak pembaca. Pembaca akan merasa senang dan menikkamti tulisan yang disusun dengan kalimat-kalimat yang efektif dan bermakna.
Tarigan (2001: 24) , berpendapat bahwa “Menulis adalah mencuruahkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipehami oleh seseorang. Sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik.
Berdasarkan beberapa teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu proses cara menyampaikan atau melahirkan gagasan, pikiran ataupun perasaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan cara menirukan atau melukiskan lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut.

g.    Tujuan Menulis
Menulis mempunyai tujuan yang khusus seperti menginformasikan, malukiskan, dan menyarankan. Tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang ke dalam sepenggal tulisan. Penulis memegang suatu peranan tertentu, dalam tulisan mengandung nada yang sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Menurut Tarigan (2001: 23-24), setiap jenis tulisan mengandung beberapa tujuan yang sangat beraneka ragam. Bagi penulis yang belum berpengalaman ada baiknya memperhatikan tujuan menulis, yaitu memberitahukan (informative), meyakinkan (persuasive), menghibur (literaly), menegaskan perasaan dan emosi (ekspresive).
Menurut Hugo (dalam Tarigan 2001: 24-25), tujuan menulis adalah sebagai berikut.
1) Assignment purpose (tujuan penugasan), penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; 2) Altruisticpurpose (tujuan altruistik), penulis bertujuan menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca, memahami, menghargai perasaan dan penelarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karya itu; 3) Persuasive purpose (tujuan persuasif), tulisan yang bertuan meyakinkan para pembaca akan kebenaranb gagasan yang diutarakan; 4) Informational purrpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), tulisan penerangan kepada para pembaca; 5) Self-ekspressive purpose (tujuan pernyataan diri), tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepad para pembaca; 6) Creative purpose (tujuan kreatif), tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian; 7) Problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah), tujuan penulis ingin memecahkan dengan cara menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oelh para pembaca.
Keraf (2009: 6-7) mengatakan bahwa sebuah wacana yang utuh dapat dibagi-bagi berdasarkan tujuan umum yang tersirat di balik wacana tadi. Berdasarkan tujuan penulisannya karangan dapat dibedakan menjadi ekposisi, argumentasi, persuasi, deskripsi dan narasi.
Pembelajaran menulis bertuan untuk meingkatkan berpikir dan bernal;ar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Siswa tidak hanya mampu memahami informasi yang idsampaikan secara lugas atau langsung melainkan juga yang dismpaikan secara terselubung atau secar tidak langsung.
Berdasrkan uraian tersebut, dapat disimpulakn bahwa tujuan menulis adalah memberitahukan, meyakinkan, menghibur, mengekspresikan perasaan dan emosi. Adapun tujuan pembelajaran menulis adalah untuk meningkatkan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan.

h.   Pengertian Mengarang
Menurut Alwi (2006: 445) “Mengarang adalah menulis dan menyusu cerita”. Sementara itu, Kosasih (2004: 26) mengemukakan bahwa karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan tema yang utuh. Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pemikiran atau umgkapan perasaan ke dalam bentuk tulisan yang teratur.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia untuk mengumngkapkan pikiran kepada orang lain atau diri sendiri secara tertulis yang dibuat berdasarklan pertimbangan, pemikiran yang objektif, jujur serta sesuai denga kenyataan dan bukti-bukti yang ada dalam menyusun cerita.
Menurut Kosasih (2004: 26) , ada lima jenis karangan, yaitu karangan deskripsi, karangan narasi, karangan persuasi, karanmag eksposisi, dan karangan argumentasi.
a.    Karangan Narasi
Menurut Kosasih (2004: 26), karangan narasi adalah karangan yang mjenceritakan suatu peristiwa dengan tujuan agar pembaca seolah-olah mengalami kejadian yang diveritakan itu. Narasi merupakan kisah atau cerita yang bertujuan mengisahkan atau menceritakan sesuatu dengan hanya mementingkan urutan dan tokoh yang diceritakan dalam suatu peristiwa. Perhatikan contoh karanganh narasi berikut ini.
Anak itu berjalan cepat menuju pintu rumahnya karena merasa khawatir seseorang akan memergoki kedatangannya. Sedikit susah payah ia membuka pinru itu. Ia begitu terkejut ketika daun pntu terbuka seorang lelaki berwajah buruk tiba-tiba berdiri dihadapanya. Tanpa berpikir panjang ia lngsung mengayunkan tinjuannya ke arah perut lelaki misterius itu. Ia semakin terkejut karena ternyata lelaki itu tetap bergeming. Raut muka lelaki itu semakin menyeramkan, bagaikan seekor senga yang siap menerkam. Anak itu pun memukilinya berulang kali hingga ia terjatuh tak sadarkan diri (Kosasih, 2008: 53).




b.   Karangan Deskripsi
Menurut Kosasih (2004: 26), karangan deskripsi adalah karanagn yang menggambarkan suatu objek dengan tujuan agar pembaca merasa melihat sendiri objek yang digambarkan itu. Perhatikan contoh karnagan deskripsi berikut ini.
Perempuan itu tinggi semampai. Jilbab warna ungu yang menutupi kepalanya membuat kulit wajahnya yang kuning nampak semakin cantik. Anak itu berjalan cepat menuju pintu rumahnya karena meras khawatir seseorang akan memergoki kedatangannya. Sedikit susah payah ia membuka pinru itu. Ia begitu terkejut ketika daun pntu terbuka seorang lelaki berwajah buruk tiba-tiba berdiri dihadapanya. Tanpa berpikir panjang ia lngsung mengayunkan tinjuannya ke arah perut lelaki misterius itu. Ia semakin terkejut karena ternyata lelaki itu tetap bergeming. Raut muka lelaki itu semakin menyeramkan, bagaikan seekor senga yang siap menerkam. Anak itu pun memukilinya berulang kali hingga ia terjatuh tak sadarkan diri (Kosasih, 2008: 53).

c.    Karangan Eksposisi
Menurt Kosasih (2004: 26), karangan eksposisi adalah karanagn yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi. Tujuannya agar pembaca dapat informasi dan pengetahuan dengan sejelas-jelasnya. Eksposisi merupakan karangan yang bertujuan memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca penerima atau mengikutinya apa yang tulis oleh penulis. Untuk itu, dikemukakan data dan fakta untuk memperjelas pemaparan. Perhatikan contoh karangan eksposisi berikut ini.
Dalam tubuh manusia terdapat aktivitas seperti pada mesin mobil. Tubuh manusia dapat mengubah energi kimiawi yang terkandung dalam bahan bakarnya yakni makanan yang ditelan menjadi energi panas dan energi mekanis. Nasi yang anda makan akan dibakar dalam tubuh sebagaimana bensin dibakarr silinder mesin mobil. Sebagian dari energi kimiawi yang disediakan oleh nasi itu diubah menjadi energi panas yang membuat energi meknis yang memungkinkan otot0otot dapat memompa darah dalam tubuh atau menggerakkan dada pada waktu berbapas (Kosasih, 2008: 55).

d.   Karangan Argumentasi
Menurut Kosasih (2004:26), karangan argumentasi adalah karnagn yang bertujuan untuk membuktikan suatu kebenaran sehingga pembaca meyakini kebenaran itu. Argumentasi adalah membuktikan atau menyampaikan alasan berbentuk pendapat, konsep, atau opini tertulis kepada pembaca. Agar pembaca dapat meyakini apa yang disampaikan oleh penulis, karnagn argumentasi disertai dengan alasan dan bukti yang konkrit. Perhatikan contoh karnagn argumentasi berikut ini.
Keberhasilan domain itu memang tidak mudah diukur. Sebab, domain tersebut m,enyangkut hal yang sangat rumit, bahkan terkai dengan “meta penampilan” siswa yang kadang-kadang tidak kelihatan. Membentuk karakter manusia memang membutuhkan pengorbanan, sebagaimana yang dilakukan negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia. Mereka bisa maju karena memiliki banyak orang pintar dan berkarakter (kOsasih, 2008: 56).

e.    Karangan Persuasi
Menurut Kosasih (2004: 26), karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi pembaca. Persuasi adalah karanagn yang bersifat membujuk, atau menyarankan pembaca. Karanagn ini memerlukan data sebagai penunjang. Perhatikan contoh karnagn persuasi berikut ini.
Sebaiknya pemerintah melakukan penghematan. Selama ini, pemerintah boros dengan cara tiap tahun membeli rinuan mobil dinas baru serta membangun kantor-kantor baru dan guest house. Pemerintah juga selalu menambah jumlah PNS tanpa melakukan oerampingan, membeli alat tilis kantor (ATK) secara berlebihan, dan sebagainya. Padahal, dana yang dimiliki tidak cukup untuk itu (Kosasih, 2008: 56).

Dalam penelitian ini, siswa dibebaskan untuk memilih jenis karangan yang akan mereka gunakan dalam menuliskan pengalaman mereka.

B. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai menulis karangan pernah dilakukan oleh Ana Rosiyana Afriani, Mahasiswa FPBS Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2010 dengan judul “Efektivitas Penggunaan Media Gambar Kolase dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi (Studi Eksperimen Kuasi pada Mahasiswa Semester VI FPBS Universitas Pendidikan Indonesia).”
Berdasarkan pembahasan, penghitungan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment, didapat r hitung 0,516. Bila dibandingkan antara nilai r-hitung dengan r-tabel, ternyata nilai r-hitung lebih besar dari nilai r-tabel, atau secara matematis dapat ditulis 0,516 > 0,325 dan 0,516 > 0,418. Dalam hal ini menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan table statistic.
Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti tentang menulis karangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti, jika Afriani melakukan penelitian pada Mahasiswa Semester VI FPBS Universitas Pendidikan Indonesia, penenliti melakukan penelitian di SD Negeri 05 OKU.

H.      Metodologi Penenlitian
1.        Variabel Penelitian
Variable dapat diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih (Margono, 2005: 133). Berdasarkan pendapat di atas variabel dalam penenlitian ini sebagai berikut.
Variabel X = kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman sebelum menggunakan model pembelajaran (pretets)
Variabel Y = kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri (posttest)

2.        Metode Penelitian
Metode yang digunaan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Arikunto (2010: 3) “Metode eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu.”
Jenis eksperimen yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experimental Reaserch). Menurut Suryabrata (2009: 92), eksperimen semu bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan memanipulasi semua variabel yang relevan. Contoh jenis penelitian eksperimen semu, misalnya penelitian untuk menyelidiki efek dua macam cara menghafal, penenlitian untuk menilai keefektifan cara, dan penenlitian pedidikan yang menggunakan pretest-posttest.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen yang digunakan bertujuan melaksanakan dan menjelaskan efektifitas model pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan siswa kelas V SD Negeri 05 OKU menulis karangan berdasarkan pengalaman.
Adapun desain penelitian ini sebagai berikut.
Table 1. Desain Penelitian
Kelompok
Pretest
Perlakuan
Posttest
kelas V SD Negeri 05 OKU

O1

X1

O1



3.        Populasi dan Sampel Penelitian
a.        Populasi Penelitian
Menurut Arikunto (2002: 102), “Populasi adalah seluruh objek penelitian”. Menurut Mardailis (2008: 53), populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Berdasarkan pengertian tersebut, populasi penenlitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 05 OKU yang berjumlah 32 orang.
Table 2. Populasi Penelitian
No
Kelas
Jumlah siswa
1
V
32
JUMLAH
32
Sumber: Tata Usaha SD Negeri 05 OKU Tahun Ajaran 2013/2014

b. Sampel Penelitian
Menurut Arikunto (2010: 174) “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Dalam penelitian ini, peneliti berpedoman pada pendapat Arikunto (2010: 134) untuk sekedar ancer-ancer, maka subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penenlitian populasi. Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 05 OKU. Jumlah total dari sampel penelitian ini bisa dilihat pada tabel 3 berikut ini.



Table 3. Sampel Penelitian
No
Kelas
Jumlah siswa
1
V
32
Sumber: Tata Usaha SD Negeri 05 OKU Tahun Ajaran 2013/2014

4.        Teknik Penelitian
a.        Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah tes. “Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok” (Arikunto, 2010: 139).
Tes yang akan diberikan kepada siswa adalah tes mengarang. Tes tersebut dilakukan sebanyak dua kali yaitu pretest dan posttest terhadap siswa kelas V SD Negeri 05 OKU yang berjumlah 32 orang. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tes adalah 45 menit. Adapun langkah-langlah yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai berikut.
1)        Menyusun isntrumen penelitian.
2)        Melakukan tes pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU.

b.        Teknik Penganalisisan Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penganlisisan data sebagai berikut.
1)        Hasil tes diperiksa kemudian diberikan skor dengan menggunakan rubik penilaian sebagai berikut.
Tabel 4. Panduan Penilaian Menulis Karangan
No
Unsur yang dinlai
Penilaian
Skor
Kriteria
1
ISI KARANGAN
Sangat Baik
30
Informasi sangat padat dan jelas, inti dari permasalahan dikembangkan sangat padat dan jelas, pengembangan tesis sangat sempurna, sangat relevan dengan permasalahan, dan tuntas.
29
Informasi jelas dan padat, substantif, pengembangan tesis tuntas, relevan dengan permaslahan dan tuntas.
28
Padat informasi, substantif, pengembangan tesis baik, relevan dengan permaslahan, dan tuntas.
27
Informasi baik, substansi baik, pengembangan tesis tuntas, relevan dengan permasalahan, dan tuntas.
Baik
26
Informasi jelas namun terdapat sedikit kebingungan, substansi baik, pengembangan tesis tuntas, relevan dengan permasalahan, dan tuntas.
25
Informasi cukup, substansi cukup, pengembangan tesis tuntas, relevan dengan permasalahan, dan tuntas.
24
Informasi cukup, substansi cukup, pengembangan tesis terbatas, relevan dengan masalah tetapi tidak lengkap.
23
Inforamsi cukup, substansi cukup, pengembangan tesis terbatas, hampir relevan dengan masalah tetapi tidak lengkap.
22
Informasi hampir cukup, substansi cukup, pengembangan tesis sangat terbatas, relevan dengan masalah tetapi tidak lengkap.


Cukup
21
Informasi hampir cukup, substansi cukup, pengembangan tesis sangat terbatas, kurang relevan dengan masalah tetapi tidak lengkap.
20
Informasi hampir cukup, substansi cukup, pengembangan tesis tidak cukup, tidak relevan dengan masalah, dan tidak lengkap.
19
Informasi terbatas, substansi kurang, pengembangan tesis tidak cukup, tidak ada permasalahan.
18
Informasi sangat terbatas, substansi kurang, pengembangan tesis tidak cukup, tidak ada permasalahan.
17
Informasi sangat terbatas, substansi sangat kurang, pengembangan tesis tidak cukup, tidak ada permaslahan.


Kurang
16
Informasi sangat terbatas, tidak ada substansi, pengembangan tesis tidak ada, tidak ada permasalahan.
15
Informasi sangat tidak jelas, tidak ada substansi, pengembangan tesis tidak ada, tidak ada permasalahan.
14
Tidak berisi, tidak ada substansi, tidak ada pengembangan tesis, tidak ada permaslahan.
13
Tidak layak nilai


2
ORGANISASI KARANGAN
Sanagat baik
20
Ekspresi sangat lancar, gagasan diungkapkan dengan sangat jelas, padat, tertata dengan baik, urutan logis, dan kohesif.



19
Ekspresi sangat lancer, gagasan diungkapkan dengan jelas, padat, tertata dengan baik, urutan logis, dan kohesif.
18
Ekspresi lancar, gagasan diungkapkan dengan jelas, padat, tertata dengan baik, urutan logis, dan kohesif.


Baik
17
Ekspresi lancar, pengungkapan ekspresi kurang padat, tertata dengan hamper baik, urutan logis.
16
Ekspresi hampir lancar, pengungkapan gagasan kurang padat, tidak tertata dengan baik, urutan logis.
15
Ekspresi hampir lancar, kurang terorganisasi, ide utama terlihat, beban pendukung terbatas, urutan hampir logis, tetapi tidak lengkap. 
14
Ekspresi kurang lancar, kurnag terorganisasi, ide utama terlihat, beban pendukung terbatas, urutan hampi logis, dan tidak lengkap.


Cukup
13
Ekspresi kurang lancar, kurang terorganisasi, ide utama tidak terlihat, urutan hamper logis, dan tidak lengkap.
12
Ekspresi tidak lancar, kurang terorganisasi, ide utama tidak terlihat, urutan tidak logis, dan tidak lengkap.
11
Ekspresi tidak lancar, gagasan kacau, terpotong-potong, urutan dan pengembangan tidak logis.
10
Tidak ada ekspresi, gagasan kacau, terpotong-potong, urutan dan pengembangan tidak logis.


Kurang
9
Tidak komunikatif, gagasan kacau, urutan dan permasalahan tidak logis.
8
Tidak komunikatif dan terorganisasi.
7
Tidak layak nilai.
3
KOSAKATA
Sangat Baik
20
Pemanfaatan potensi kata sangat canggih, pilihan kata dan ungkapan sangat tepat, sangat menguasai pembentukan kata.


19
Pemanfaatan potensi kata sangat canggih, pilihan kata dan ungkapan tepat, sangat menguasai pembentukan kata.


18
Pemanfaatan potensi kata canggih, pilihan kata dan ungkapan tepat, menguasai pembentukan kata.
17
Pemanfaatan potensi kata agak canggih, pilihan kata dan ungkapan hamper tepat, hamper menguasai pembentukan kata.
16
Pemanfaatan potensi kata agak canggih, pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang tepat.
15
Pemanfaatan kata agak canggih, pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang kurang tepat tetapi tidak mengganggu.
14
Pemanfaatan kata baik, pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang kurang tepat.


Cukup
13
Pemanfaatan kata baik, pilihan kata dan ungkapan kurang tepat.
12
Pemanfaatan kata hamper baik, pilihan kata dan ungkapan kurang tepat.
11
Pemanfaatan potensi kata terbatas, sering terjadi kesalahan penggunaan kosakata, dan dapat merusak makna.
10
Pemanfaatan potensi kata sangat terbatas, sangat sering terjadi keslahan penggunaan kosakata dan dapat merusak makna.


Kurang
9
Pemanfaatan potensi kata sangat terbatas, kosakata rendah
8
Pemanfaatan potensi kata sangat terbatas, kosakata rendah.
7
Tidak layak nilai
4
PENGGUNAAN BAHASA
Sangat baik
25
Kontruksi kompleks dan efektif
24
Kontruksi kompleks dan efektif hanya terjadi sedikit kesalahan penguasaan bentuk bahasa.



23
Kontruksi hampir kompleks dan efektif, hanya terjadi sedikit kesalahan penguasaan bentuk kebahasaan.



22
Kontruksi hampir kompleks dan efektif, terjadi kesalahan penguasaan bentuk kebahasaan namun tidak menggangu.


Baik
21
Konstruksi sederhana dan efektif, terjadi kesalahan penguasaan bentuk kebahasaan namun tidak mengganggu.



20
Konstruksi sederhana tetapi efektif, terjadi kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tidak kabur.

19
Konstruksi sederhana tetapi hampir efektif, kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tidak kabur.

18
Konstruksi sederhana tetapi efektif, kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi sejumlah kesalahan tetapi makan tidak kabur.
Cukup
17
Terdapat kesalahan pada konstruksi tapi tidak mengganggu

16
Terdapat kesalahan pada konstruksi tapi tidak serius.

15
Terdapat kesalahan pada konstruksi.

14
Terdapat kesalahan pada konstruksi kalimat yang hampir serius.

13
Terdapat kesalahan serius pada konstruksi kalimat, makna membingungkan atau kabur.

12
Terjadi kesalahan serius pada konstruksi kalimat, makana membingungkan atau kabur, kalimat menjadi tidak jelas.

11
Terjadi kesalahan sangat serius dalam konstruksi kalimat, makna membingungkan atau kabur.
Kurang
10
Sedikit menguasai aturan sintaksis, makna membingungkan.

9
Sedikit menguasai aturan sintaksis, makna membingungkan, dan banyak terjadi kesalahan.

8
Sedikit menguasai aturan sintaksis, makna membingungkan, banyak terjadi kesalahan dan kalimat tidak jelas.

7
Sedikit menguasai aturan sintaksis, makna membingungkan, banyak terjadi kesalahan dan tidak komunikatif.

6
Tidak menguasai aturan sintaksis, terdapat banyak terjadi kesalahan, dan sangat tidak komunikatif.



5
Tidak layak nilai.
5
MEKANIK ATAU EJAAN
Sangat baik
5
Menguasai seluruh penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan.
Baik
4
Kadan-kadang terjadi kesalahan ejaan tetapi tidak mengaburkan makna.
Cukup
3
Sering terjadi kesalahan ejaan, makna membingungkan atau kabur.
Kurang
2
Tidak menguasai aturan enulisan, terdapat banyak kesalahaan ejaan, tulisan tidak terbaca dan tidak layak nilai.
Sumber: Diadopsi dari Nurgiyantoro (2010: 306-307)

2)        Setelah semua hasil tes didapat, kemudian diberi nilai dengan rentang 10-10. Skor yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.



Keterangan
Nilai                             : Kemampuan siswa yang dicari
Skor mentah                : Skor murni yang diperoleh siswa
Skor maksimum ideal  : Skor tertinggi apabila semua jawaban benar
100                              : Nilai tetap (Sudijono, 2011: 318).

3)      Setlah masing-masing pekerjaan siswa dinilai lalu dipersentasekan untuk mencari nilai rata-rata kelas. Perhitungan tahapan ini dilakukan dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan
P = Persentase hasil yang diperoleh
f = frekuensi
                        N= Jumlah sampel penelitian (Sudijono, 2010: 43).

Untuk menentukan mampu atau tidaknya siswa dalam menulis karangan, penulis menggunakan perhitungan persentase (Sudijono, 2011: 35). Kriteria penilaian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Kriteria Penilaian
Nilai Angka
Nilai Huruf
Predikat
80-100
A
Baik sekali
66-79
B
Baik
56-65
C
Cukup
46-55
D
Kurang
00-45
E
Gagal
Sumber: Sudijono (2011: 35)

4)        Menafsirkan nilai untuk melihat efektifitas pembelajaran menulis karangan dengan menggunakan rumus uji t (t test).
1
Keterangan
To           : Tes observasi
SE          : Standard eror
MD         : Mean of Difference
SD         : Standar Deviasi (Sudijono, 2011: 324-327)

5)        Menganalisis dan membahas hasil kemampuan siswa.
6)        Membuat simpulan.

I.         Langkah Kerja dan Jadwal Penenlitian
1.        Langkah Kerja
a.        Tahap persiapan
1)        Melakukan studi pustaka
2)        Menyusun rancangan penelitian
3)        Membuat catatan kecil mengenai hal-hal yang penting dalam penelitian.
4)        Melakukan konsultasi dengan pembibmbing.
b.        Tahap Pengumpulan Data
1)        Menyusun instrument penelitian.
2)        Melakasanakan penelitian pada siswa kelas V SD Negeri 05 OKU.
c.         Tahap Penganalisisan Data
1)        Hasil tes diperiksa kemudian diberi skor dengan menggunakan rubik penilaian.
2)        Setelah semua hasil tes didapat, kemudian diberi nilai dengan rentan 10-100. Skor yang telah diperoleh kemudian dianalisis.
3)        Setelah masing-masing pekerjaan siswa dinilai lalu dipresentasikan untuk mencari nilai ratat-rata kelas.
4)        Menafsirkan nilai untuk melihat efektifitas pembelajaran menulis karangan.
5)        Menganalisis dan membahas hasil kemampuan siswa.
6)        Membuat simpulan.
d.        Tahap Penyusunan Naskah
1)        Menyusun dan mendeskripsikan naskah sementara.
2)        Melakukan konsultasi dengan pembimbing.
3)        Merevisi naskah.
4)        Menyusun kembali hasil revisi naskah



DAFTAR PUSTAKA


Afriani, Ana Rosiyana. 2010. “Efektivitas Penggunaan Mendia Gambar Kolase dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi (Studi Eksperimen Kuasi pada Mahasiswa Semester VI FPBS Universitas Pendidikan Indonesia)”. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: FPBS. Universitas Pendidikan Jakarta.
Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. 2004. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan. 2006. Kamus Beasar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.
Dikdasmen, Dirjen. 2003. Pedoman khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Keraf, Gorys. 2009. Argumentasi dan Narasi. Ende Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.
Kosasih, E. 2008. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusatraan. Bndung: Yrama Widya.
Kunandar. 2009. Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajran Kreatif dan Menyenangkan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mardailis. 2008. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Margono, S. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajarn Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
Suryosubroto, B. 2009. Proses belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta: Prenada Media Group.
Sudijono, Anas. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakrta: Prestasi Pustaka Publisher.
Tarigan, Henry Guntur. 2001. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar