Minggu, 15 Juni 2014

Makalah Relasi Makna

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut relaksi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap bahasa termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temukan adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainya dengan kata satuan bahasa lainnya.
            Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi) kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
Bentuk permasalahan yang akan dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut:
1.        Apa pengertian sinonimi?
2.        Apa pengertian antonimi dan aposisi?
3.        Apa saja yang terdapat pada Homonimi, homofoni, dan homografi?
4.        Apa pengertian polisemi?
5.        Apa pengertian ambiguitas?
6.        Apa pengertian redundansi?


C. Tujuan Makalah 
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mngetahui dan mendeskripsikan:
1.        Mengetahui tentang sinonimi;
2.        Mengetahui tentang antonimi dan aposisi
3.        Mengetahui tentang homonimi, homofoni, dan homografi
4.        Mengetahui tentang polisemi
5.        Mengetahui tentang ambiguitas
6.        Mengetahui tentang redundansi

D.      Manfaat
      Manfaat dari penulisan ini adalah kita bisa mengetahui sedikit banyak mengenai relasi makna selain itu kita juga menambah pengetahuan pembaca tentang relasi makna dan pembagiannya.




BAB II
PEMBAHASAN


RELASI MAKNA
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, makna kata saling berhubungan, hubungan kata itu disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam- macam antara lain : sinonimi, antonimi dan oposisi, homonimi, homofoni, homografi, hiponimi dan hipernimi, polisemi, ambiguitas, redundansi.

1.      Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nana’, dan syn yang berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Sacara samantik Verhaar (1978) mendefenisikan sinonimi sebagai ungkapan (bias berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Contoh :
Buruk              =  jelek
Laris                =  laku
Dahaga            =  haus
Datang                        =  tiba
Pintar               =  pandai
Usang              =  lama
Hancur                        =  musnah
Pulang             =  kembali = balik
Masyarakat      =  rakyat = warga
Hadiah                        =  pemberian
Pria                  =  laki- laki
Enak                =  lezat
Tampan           =  ganteng
Hanjur             =  musnah
Mati                 =  meninggal
Dari contoh diatas dapat dilihat kata – kata bersinonim, dan tidak semua sinonim bisa dipertukarkan begitu saja.
Contoh kalimat :
Anjing meninggal ditabrak mobil
Kata meninggal pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata meninggal lebih tepat ditujukan kepada manusia, atau kata meninggal diganti dengan kata mati. Yang lebih tepatnya anjing mati ditabrak mobil. Jadi kata sinonim bisa digunakan sesuai dengan kepada siapa yang ditujukan pembicaraan tersebut. Misalnya kata aku dan saya kedua kata tersebut bersinonim, tapi kata aku lebih tepat dipakai untuk teman sebaya, dan kata saya lebih tepat digunakan untuk orang yang lebih tua dari kita. Jadi, kata sinonim digunakan sesuai dengan waktu, tempat,bidang kegiatan,dan lain – lain.
Makna dua buah kata yang bersinonim tidak pernah mempunyai makna yang sama persis, mutlak atau simetris. Kesinoniman mutlak atau kesinoniman simetris tidak ada dalam perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Waktu
Misalnya kata hulubalang dan komandan merupakan dua buah kata yang bersinonim tetapi karena faktor waktu, maka kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, sedangkan komandan cocok untuk situasi masa kini.
b. Tempat atau daerah
Misalnya kata saya dan beta merupakan dua kata yang bersinonim , tetapi kedua kata tersebut tidak dapat dipertukarkan. Beta hanya cocok digunakan dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia timur (Maluku).
c. Sosial
Misalnya aku dan saya adalah dua buah kata yang bersinonim, teapi kata aku hanya dapat digunakan untuk teman sebaya dan tidak digunakan kepada orang yang lebih tua atau status sosialnya lebih tinggi.
d. Bidang Kegiatan
Misalnya kata tasawuf, kebatinan, dan mistik adalah tiga buah kata yang bersionim. Namun kata tasawuf hanya lazim dalam agama islam, kebatinan untuk yang bukan islam dan mistik untuk semua agama.
e. Nuansa Makna
Misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot, meninjau, atau mengintip adalah kata-kata yang bersinonim. Kata melihat bisa digunakan secara umum, tetapi kata melirik hanya digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut mata, melolot hanya digunakan dengan mata terbuka lebar, meninjau hanya digunakan hanya dugunakan hanya dugunakan untuk menyatakan melihat dari tempat yang jauh.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sinonim bahasa Indonesia
1)   tidak semua kata dalam bahasa Indonesia memiliki sinonim. Misalnya kata salju, batu, kuning, beras, tidak mempunyai sinonim.
2)   kata-kata  bersinonim pada bentuk dasar tetapi tidak pada bentuk jadian. Mislanya kata benar dan betul, tetapi kata kebenaran dan kebetulan tidak bersinonim.
3)   kata-kata yang tidak mempunyai sinonim pada bentuk dasar tetapi memiliki sinonim pada bentuk jadian. Misalnya kata jemur tidak mempunyai sinonim tetapi kata menjemur ada sinonimnya, yaitu mengeringkan, dan berjemur besinonim dengan berpanas.
4)   ada kata-kata yang yang dalam arti sebenarnya tidak mempunyai sinonim, tetapi dalam arti kiasan justru mempunyai sinonim, misalnya kata hitam dalam arti sebenarnya tidak mempunyai sinonim, tetapi dalam arti kiasan hitam bersnonim dengan gelap, buruk, jahat dsb.

2. Antonimi dan oposisi
Verhaar (1978) mendefinisikan antonimi adalah ungkapan (bisa berupa kata, tetapi dapat juga berbentuk frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Antonimi sering disebut dengan lawan kata, maksudnya maknanya kebalikan dari makna ungkapan lain.

Contoh :
Jujur    = bohong
Tipis    = tebal
Rajin   = malas
Pintar  = bodoh
Mahal  = murah
Kaya   = miskin
Surga   =  neraka
Gila     = waras
           
Berdasarkan sifatnya, oposisi dapat dibedakan menjadi :
a.        Oposisi Mutlak
Disini terdapat pertentangan makna secara mutlak. Umpamanya kata masuk dan keluar. Diantara masuk dan keluar terdapat makna yang mutlak, sebab sesuatu yang masuk tentu tidak ( belum ) keluar ; sedangkan sesuatu yang keluar tentu sudah masuk. Misalnya naik dan turun. Diantara naik dan turun terdapat makna yang mutlak, sebab sesuatu yang naik tentu tidak (belum) turun; sedangkan sesuatu yang turun tentu sudah naik.kedua proses ini tidak dapat berlangsung bersamaan, tetapi secara bergantian.

b.      Oposisi Kutub
Makna kata yang termasuk oposisi kutub ini pertentangan tidak bersifat mutlak, melainkan bersifat gradisi, artinya terdapat tingkat – tingkat makna pada kata tersebut. Misalnya kata kaya dan miskin adalah dua buah kata yang beroposisi kutub. Pertentangan antara kaya dan miskin tidak mutlak. Orang yang tidak kaya belum tentu merasa miskin, dan begitu juga orang yang tidak miskin belum tentu merasa kaya. Bila orang yang biasa berpendapatan satu bulan enam juta , lalu tiba – tiba menjadi satu juta rupiah, sudah merasa dirinya miskin, sebaliknya orang seseorang yang setiap bulan hanya berpenghasilan Rp 100.000 ,lalu tiba- tiba berpenghasilan Rp 500.000 sudah merasa dirinya kaya.

c.       Oposisi Hubungan
      Oposisi hubungan ini sifatnya saling melengkapi. Artinya kehadiran kata yang satu karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya.Misalnya berlajar dan mengajar walaupun maknanya berlawanan tapi kejadiannya serempak. Proses belajar dan mengajar terjadi pada waktu yang bersamaan sehingga bisa dikatakan tadakkan ada proses mengajar jika tak ada proses belajar. Contoh memberi dan menerima walaupun maknanya berlawanan tapi kejadiannya serempak. Proses memberi dan menerima terjadi pada waktu bersamaan sehingga bisa dikatakan tidakkan ada proses memberi jika tidak ada yang menerima. Contoh lainnya kata menjual beroposisi dengan membeli, suami degan istri. Kata-kata yang beropsosisi hubungan ini bisa berupa kata-kata kerja seperti maju-mundur, pulang-pergi, pasang-surut, atau berupa kata benda misalnya ayah-ibu, guru-murid

d.      Oposisi Hierarkial
Makna kata kata yang beroposisi hierakrial ini menyatakan suatu deret jenjang atau tindakan. Oleh karena itu kata-kata yang beroposisi hierarkial ini adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang dan isi), nama satuan hitungan dan penanggalan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya.
Misalnya meter beroposisi dengan kilometer karena beraada dalam satuan yang menyakatan panjang. Kuintal  beroposisi dengan ton karena keduanya berada dalam satuan ukuran yang menyatakan berat.

e.  Oposisi  majemuk
     Oposisi majemuk ini beroposisi lebih dari sebuah kata. Mislanya kata berdiri bisa beroposisi dengan kata duduk, berbaring,berjongkok dsb.  Misalnya kata diam beroposisi dengan berbicara, bergerak, dan bekerja. Kata – kata diatas lazim disebut oposisi majemuk.




3. Homonimi, Homofoni, Homografi
a.   Homonimi
Verhaar (1978) mendefiniskan  homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi maknanya tidak sama.
Misalnya bisa yang bermakna racun ular dan bisa yang bermakna sanggup.
Ada dua sebab kemungkinan terjadinya homonimi yaitu:
1.        Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya bisa yang berati racun berasal dari bahasa Melayu, sedangkan bisa yang berarti sanggup berasal dari bahasa Jawa.
2.        Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu terjadi sebagai hasil proses morfologis. Mislanya mengukur dalam kalimat. Ibu mengukur kelapa di dapur, adalah berhomonim pada kalimat ayah mengukur luasnya  halaman rumah kami.

Homonimi juga terjadi pada tataran morfem, kata, frase, dan kalimat
a)        Homonimi antarmorfem, tentunya antara sebuah morfem terikat dengan morfem terikat lainnya. Mislanya morfem –nya pada kalimat, ini buku saya, itu bukumu dan dan yang disana bukunya berhomonim dengan –nya pada kalimat mau belajar tapi bukunya tidak ada.
b)        Homonimi antarkata misalnya bisa yang bermakna sanggup dan bisa yang bermakna racun ular. Semi yang bermakna tunas dan semi yang bermakna setengah.
c)        Hominimi antarfrase, misalnya antara frase cinta anak yang bermakan cita seorang anak kepada orang tuanya dengan cinta anak yang bermakna cinta orang tua kepada anaknya. lukisan saya yang bermakna lukisan karya saya, lukisan milik saya atau lukisan wajah saya.
d)       Homonimi antarkalimat misalnya istri lurah yang baru itu cantik  yang bermakna lurah yang baru dilantik itu mempunyai istri yang cantik, dengan lurah itu baru saja menikah dengan seorang wanita cantik.


b.   Homofoni
Homofoni berasal dari dua kata yaitu kata homo yang bermakna sama dan fon yang bermakna bunyi, jadi homofoni adalah kata-kata yang mempununyai bentuk yang berbeda, maknanya berbeda tetapi mempunyai bunyi yang sama. Misalnya kata bang dengan bank. Bank adalah lembaga yang mengurus lalu lintas uang, sedangkan bang berasal dari abang yang bermakna kakak laki-laki. Sangsi dengan sanksi, sangsi yang bermakna ragu dengan sanksi yang bermakna akibat atau konsekuensi.

c.   Homografi
Homografi secara etimologi beras dari kata homo yang bermakna sama dengan graf yang bermakna tulisan, jadi homografi adalah kata-kata mempunyai tulisan yang sama tetapi bunyi dan maknanya berbeda. Misalnya teras dengan teras, teras yang pertama dilafalkan teras bermakna  inti kayu dan teras yang kedua dilafalkan teras yang bermakna bagian dari rumah. Apel dengan apel, apel yang pertama dilafalkan apěl yang bermakna upacara dan apel yang dilafalkan apel yang bermakna buah apel.

4. Hiponimi dan Hipernimi
Kata hiponimi barasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti ‘nama’ dan hypo berarti’di bawah’. Jadi secara harfiah berarti ‘nama yang termasuk di bawah nama lain. Secara semantik Verhaar (1978:137) menyatakan hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Hipernimi adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernimi dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Konsep hipernimi adalah kebalikan dari konsep hiponimi. Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata  yang berada di bawah makna kata lainnya. Oleh karena itu, ada kemungkinan sebuah kata yang merupakan hipernim dari sebuah kata merupakan hipernim dari kata lainnya, akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hierarkial di atasnya.
Contoh:
·           Hipernimi: Ikan
·           Hiponimi: Lumba-lumba, tenggiri, hiu, mujaer, sepat, mas, nila dan sebagainya.

·           Hipernimi: Bunga
·           Hiponimi: mawar, melati, anggrek, lili, dan sebagainnya.

5. Polisemi
    Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase, ) yang memiliki makna lebih dari satu.
Misalnya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna
·           Bagian tubuh dari leher ke atas (seperti terdapat pada manusia dan hewan)
·           Bagian dari sesuatu yang terletak di bagian atas atau depan yang merupakan bagian yang penting (kepala Ketera api, kepala meja).
·           Bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat (kepala paku, kepla jarum)
·           Pemimpin atau ketua (kepala sekolah, kepala kantor)
·           Jiwa orang seperti dalam kalimat “setiap kepala menerima bantuan RP. 5000.000”
·           Akal budi seperti dalam kalimat “ badanya besar tetapi kepalanya kosong”.
Konsep polisemi hampir sama dengan konsep homonimi. Perbedaanya adalah homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan maknanya sama. Tentu saja homonimi itu bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda. Makna  kata pada homonimi tidak ada kaitannya atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan  polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, makna kata pada polisemi masih ada hubungannya antara makna yang satu dengan yang lain karen memang kembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata tersebut.

6. Ambiguitas
          Ambiguitas adalah ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Pengertian ambiguitas hampir sama dengan pengertain polisemi. Perbedaanya terletak pada kegandaan makna dalam polisemi dari kata, sedangkan kegandaan makna pada ambiguitas berasal dari satuan yang lebih besar yaitu frase atau kalimat dan terjadi akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
          Misalnya buku sejarah baru dapat ditasfirkan sebagai (1)  buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru. Contoh lain orang malas lewat sana dapat ditafsirkan sebagai (1) jarang ada orang yang mau lewat si sini, atau (2) yang mau lewat di sini hanya orang-orang malas.
Pengertian ambiguitas hampir sama dengan homonimi. Perbedaanya terletak pada apabila homonimi dilihat sebagai bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna yang berbeda, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan makna yang berbeda sebagai akibat dari berbedanya penafsiran struktur gramatikal bentuk tersebut. Ambiguitas hanya terjadi pada tataran frase dann kalimat sedangkan homonimi dapat terjadi pada semua satuan gramatikal.

7. Redundansi
     Redudansi artinya sebagai berlebih- lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Umpamanya ibu membuat kue, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan kue dibuat oleh ibu. Pemakaian kata oleh pada kalimat yang kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang sebenarnya tidak perlu. Contoh lain ; petani mencangkul kebunnya, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan  petani sedang mencangkul kebunnya. Pemakaian kata sedang pada kalimat yang kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang sebenarnya tidak perlu. Makna adalah sesuatu yang fononema dalam ujaran , sedangkan informasi adalah sesuatu yang diluar ujaran. Jadi yang sama antara kalimat pertama dan kalimat kedua di atas bukan maknanya melainkan informasi.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, makna kata saling berhubungan, hubungan kata itu disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam- macam antara lain Sinonim sering disebut dengan persamaan kata.Antonimi sering disebut dengan lawan kata, Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase, ) yang memiliki makna lebih dari satu. Homonimi adalah 2 buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan.Homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya tetapi ucapan dan maknanya tidak sama.   Hifonimi adalah hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Ambiguitas adalah hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Istilah redudansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihan penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

B. Saran
Demikian sekelumit tugas yang bisa kami persembahkan. Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.






DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Bandung : Rineka  Cipta

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik. Leksikal. Bandung : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar