BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut
relaksi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap bahasa
termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temukan adanya hubungan kemaknaan
atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainya dengan kata
satuan bahasa lainnya.
Hubungan atau relasi
kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna
(antonimi) kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna
(hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan
sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Bentuk permasalahan yang akan dibahas oleh penulis adalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian sinonimi?
2.
Apa pengertian antonimi dan aposisi?
3.
Apa
saja yang terdapat pada Homonimi, homofoni, dan homografi?
4.
Apa pengertian polisemi?
5.
Apa pengertian ambiguitas?
6.
Apa pengertian redundansi?
C. Tujuan
Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk mngetahui dan mendeskripsikan:
1.
Mengetahui tentang sinonimi;
2.
Mengetahui
tentang antonimi dan aposisi
3.
Mengetahui
tentang homonimi, homofoni, dan homografi
4.
Mengetahui
tentang polisemi
5.
Mengetahui
tentang ambiguitas
6.
Mengetahui
tentang redundansi
D.
Manfaat
Manfaat dari penulisan ini
adalah kita bisa mengetahui sedikit banyak mengenai relasi makna selain itu kita juga menambah
pengetahuan pembaca tentang relasi makna dan pembagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
RELASI MAKNA
Dalam setiap
bahasa, termasuk bahasa Indonesia,
makna kata saling berhubungan, hubungan kata itu disebut relasi makna. Relasi
makna dapat berwujud bermacam- macam antara lain : sinonimi, antonimi dan
oposisi, homonimi, homofoni, homografi, hiponimi dan hipernimi, polisemi, ambiguitas, redundansi.
1.
Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal
dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nana’, dan syn yang berarti
‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Sacara samantik Verhaar (1978)
mendefenisikan sinonimi sebagai ungkapan (bias berupa
kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna
ungkapan lain.
Contoh :
Buruk = jelek
Laris = laku
Dahaga = haus
Datang = tiba
Pintar = pandai
Usang = lama
Hancur = musnah
Pulang = kembali =
balik
Masyarakat = rakyat =
warga
Hadiah = pemberian
Pria = laki- laki
Enak = lezat
Tampan = ganteng
Hanjur =
musnah
Mati = meninggal
Dari contoh
diatas dapat dilihat kata – kata bersinonim, dan tidak semua sinonim bisa
dipertukarkan begitu saja.
Contoh kalimat :
Anjing meninggal ditabrak mobil
Kata
meninggal pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata meninggal lebih tepat
ditujukan kepada manusia, atau kata meninggal diganti dengan kata mati. Yang lebih
tepatnya anjing mati ditabrak mobil. Jadi kata sinonim bisa digunakan sesuai
dengan kepada siapa yang ditujukan pembicaraan tersebut. Misalnya kata aku dan
saya kedua kata tersebut bersinonim, tapi kata aku lebih tepat dipakai untuk
teman sebaya, dan kata saya lebih tepat digunakan untuk orang yang lebih tua
dari kita. Jadi, kata sinonim digunakan sesuai dengan waktu, tempat,bidang
kegiatan,dan lain – lain.
Makna dua
buah kata yang bersinonim tidak pernah mempunyai makna yang sama persis, mutlak
atau simetris. Kesinoniman mutlak atau kesinoniman simetris tidak ada dalam
perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
a. Waktu
Misalnya kata hulubalang dan
komandan merupakan dua buah kata yang bersinonim tetapi karena faktor waktu,
maka kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Hulubalang hanya
cocok untuk situasi kuno, sedangkan komandan cocok untuk situasi masa
kini.
b. Tempat atau daerah
Misalnya kata saya dan beta
merupakan dua kata yang bersinonim , tetapi kedua kata tersebut tidak dapat
dipertukarkan. Beta hanya cocok digunakan dalam konteks pemakaian bahasa
Indonesia timur (Maluku).
c. Sosial
Misalnya aku dan saya
adalah dua buah kata yang bersinonim, teapi kata aku hanya dapat digunakan
untuk teman sebaya dan tidak digunakan kepada orang yang lebih tua atau status
sosialnya lebih tinggi.
d. Bidang Kegiatan
Misalnya kata tasawuf, kebatinan,
dan mistik adalah tiga buah kata yang bersionim. Namun kata tasawuf
hanya lazim dalam agama islam, kebatinan untuk yang bukan islam dan mistik
untuk semua agama.
e. Nuansa Makna
Misalnya kata-kata melihat,
melirik, melotot, meninjau, atau mengintip adalah kata-kata yang
bersinonim. Kata melihat bisa digunakan secara umum, tetapi kata melirik
hanya digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut mata, melolot
hanya digunakan dengan mata terbuka lebar, meninjau hanya digunakan
hanya dugunakan hanya dugunakan untuk menyatakan melihat dari tempat yang jauh.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sinonim
bahasa Indonesia
1)
tidak semua kata dalam bahasa
Indonesia memiliki sinonim. Misalnya kata salju, batu,
kuning, beras, tidak mempunyai sinonim.
2)
kata-kata bersinonim pada
bentuk dasar tetapi tidak pada bentuk jadian. Mislanya kata benar dan betul,
tetapi kata kebenaran dan kebetulan tidak bersinonim.
3)
kata-kata yang tidak mempunyai sinonim pada bentuk dasar tetapi memiliki sinonim pada bentuk jadian. Misalnya
kata jemur tidak mempunyai sinonim tetapi kata menjemur ada sinonimnya, yaitu
mengeringkan, dan berjemur besinonim dengan berpanas.
4)
ada kata-kata yang yang dalam arti
sebenarnya tidak mempunyai sinonim, tetapi dalam arti kiasan justru mempunyai
sinonim, misalnya kata hitam dalam arti sebenarnya tidak mempunyai
sinonim, tetapi dalam arti kiasan hitam bersnonim dengan gelap,
buruk, jahat dsb.
2. Antonimi dan oposisi
Verhaar (1978) mendefinisikan antonimi adalah ungkapan (bisa berupa kata, tetapi dapat juga berbentuk frase,
atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Antonimi
sering disebut dengan lawan kata, maksudnya maknanya kebalikan dari makna
ungkapan lain.
Contoh :
Jujur = bohong
Tipis = tebal
Rajin = malas
Pintar = bodoh
Mahal = murah
Kaya = miskin
Surga = neraka
Gila = waras
Berdasarkan
sifatnya, oposisi dapat dibedakan menjadi :
a. Oposisi Mutlak
Disini
terdapat pertentangan makna secara mutlak. Umpamanya kata masuk dan keluar.
Diantara masuk dan keluar terdapat makna yang mutlak, sebab sesuatu yang masuk
tentu tidak ( belum ) keluar ; sedangkan sesuatu yang keluar tentu sudah masuk.
Misalnya naik dan turun. Diantara naik dan turun terdapat makna yang mutlak,
sebab sesuatu yang naik tentu tidak (belum) turun; sedangkan sesuatu yang turun
tentu sudah naik.kedua proses ini tidak dapat berlangsung bersamaan, tetapi
secara bergantian.
b. Oposisi
Kutub
Makna kata
yang termasuk oposisi kutub ini pertentangan tidak bersifat mutlak, melainkan
bersifat gradisi, artinya terdapat tingkat – tingkat makna pada kata tersebut.
Misalnya kata kaya dan miskin adalah dua buah kata yang beroposisi kutub.
Pertentangan antara kaya dan miskin tidak mutlak. Orang yang tidak kaya belum
tentu merasa miskin, dan begitu juga orang yang tidak miskin belum tentu merasa kaya. Bila orang yang biasa berpendapatan satu bulan enam
juta , lalu tiba – tiba menjadi satu juta rupiah, sudah merasa dirinya miskin,
sebaliknya orang seseorang yang setiap bulan hanya berpenghasilan Rp 100.000
,lalu tiba- tiba berpenghasilan Rp 500.000 sudah merasa dirinya kaya.
c. Oposisi
Hubungan
Oposisi
hubungan ini sifatnya saling melengkapi. Artinya kehadiran kata yang satu
karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya.Misalnya berlajar dan
mengajar walaupun maknanya berlawanan tapi kejadiannya serempak. Proses belajar
dan mengajar terjadi pada waktu yang bersamaan sehingga bisa dikatakan tadakkan
ada proses mengajar jika tak ada proses belajar. Contoh memberi dan menerima
walaupun maknanya berlawanan tapi kejadiannya serempak. Proses memberi dan
menerima terjadi pada waktu bersamaan sehingga bisa dikatakan tidakkan ada
proses memberi jika tidak ada yang menerima. Contoh
lainnya kata menjual beroposisi dengan membeli,
suami degan istri. Kata-kata
yang beropsosisi hubungan ini bisa berupa kata-kata kerja seperti maju-mundur, pulang-pergi,
pasang-surut, atau berupa
kata benda misalnya ayah-ibu, guru-murid
d. Oposisi Hierarkial
Makna kata kata yang beroposisi
hierakrial ini menyatakan suatu deret jenjang atau tindakan. Oleh karena itu
kata-kata yang beroposisi hierarkial ini adalah kata-kata yang berupa nama
satuan ukuran (berat, panjang dan isi), nama satuan hitungan dan penanggalan,
nama jenjang kepangkatan dan sebagainya.
Misalnya meter beroposisi
dengan kilometer karena beraada dalam satuan yang menyakatan panjang. Kuintal
beroposisi dengan ton karena keduanya berada dalam satuan ukuran
yang menyatakan berat.
e. Oposisi majemuk
Oposisi
majemuk ini beroposisi lebih dari sebuah kata. Mislanya kata berdiri bisa beroposisi dengan kata duduk,
berbaring,berjongkok dsb. Misalnya kata diam beroposisi dengan berbicara,
bergerak, dan bekerja. Kata – kata diatas lazim disebut oposisi majemuk.
3. Homonimi, Homofoni, Homografi
a. Homonimi
Verhaar (1978) mendefiniskan
homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang bentuknya sama
dengan ungkapan lain tetapi maknanya tidak sama.
Misalnya bisa yang bermakna racun ular dan bisa yang
bermakna sanggup.
Ada dua sebab kemungkinan terjadinya homonimi yaitu:
1.
Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu
berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya bisa yang
berati racun berasal dari bahasa Melayu, sedangkan bisa yang berarti
sanggup berasal dari bahasa Jawa.
2.
Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu
terjadi sebagai hasil proses morfologis. Mislanya mengukur dalam
kalimat. Ibu mengukur kelapa di dapur, adalah berhomonim pada kalimat
ayah mengukur luasnya halaman rumah kami.
Homonimi juga terjadi pada tataran morfem, kata,
frase, dan kalimat
a)
Homonimi antarmorfem, tentunya
antara sebuah morfem terikat dengan morfem terikat lainnya. Mislanya morfem –nya
pada kalimat, ini buku saya, itu bukumu dan dan yang disana bukunya
berhomonim dengan –nya pada kalimat mau belajar tapi bukunya tidak ada.
b)
Homonimi antarkata misalnya bisa
yang bermakna sanggup dan bisa yang bermakna racun ular. Semi yang
bermakna tunas dan semi yang bermakna setengah.
c)
Hominimi antarfrase, misalnya antara
frase cinta anak yang bermakan cita seorang anak kepada orang tuanya
dengan cinta anak yang bermakna cinta orang tua kepada anaknya. lukisan
saya yang bermakna lukisan karya saya, lukisan milik saya atau lukisan
wajah saya.
d)
Homonimi antarkalimat misalnya istri
lurah yang baru itu cantik yang bermakna lurah yang baru dilantik itu
mempunyai istri yang cantik, dengan lurah itu baru saja menikah dengan seorang
wanita cantik.
b. Homofoni
Homofoni berasal dari dua kata yaitu
kata homo yang bermakna sama dan fon yang bermakna bunyi, jadi homofoni
adalah kata-kata yang mempununyai bentuk yang berbeda, maknanya berbeda tetapi
mempunyai bunyi yang sama. Misalnya kata bang dengan bank. Bank
adalah lembaga yang mengurus lalu lintas uang, sedangkan bang berasal
dari abang yang bermakna kakak laki-laki. Sangsi dengan sanksi,
sangsi yang bermakna ragu dengan sanksi yang bermakna akibat atau konsekuensi.
c. Homografi
Homografi secara etimologi beras
dari kata homo yang bermakna sama dengan graf yang bermakna
tulisan, jadi homografi adalah kata-kata mempunyai tulisan yang sama
tetapi bunyi dan maknanya berbeda. Misalnya teras dengan teras, teras
yang pertama dilafalkan teras
bermakna inti kayu dan teras yang kedua dilafalkan teras
yang bermakna bagian dari rumah. Apel dengan apel, apel
yang pertama dilafalkan apěl yang bermakna upacara dan apel yang
dilafalkan apel yang
bermakna buah apel.
4. Hiponimi dan Hipernimi
Kata hiponimi barasal
dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti ‘nama’ dan hypo berarti’di bawah’.
Jadi secara harfiah berarti ‘nama yang termasuk di bawah nama lain. Secara
semantik Verhaar (1978:137) menyatakan hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa
kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan
bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Hipernimi
adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernimi dapat menjadi
kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Konsep
hipernimi adalah kebalikan dari konsep hiponimi. Konsep hiponimi dan hipernimi
mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata
yang berada di bawah makna kata lainnya. Oleh karena itu, ada kemungkinan
sebuah kata yang merupakan hipernim dari sebuah kata merupakan hipernim dari
kata lainnya, akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hierarkial di
atasnya.
Contoh:
·
Hipernimi: Ikan
·
Hiponimi: Lumba-lumba,
tenggiri, hiu, mujaer, sepat, mas, nila dan sebagainya.
·
Hipernimi: Bunga
·
Hiponimi: mawar, melati,
anggrek, lili, dan sebagainnya.
5. Polisemi
Polisemi
lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase, ) yang memiliki
makna lebih dari satu.
Misalnya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki
makna
·
Bagian tubuh dari leher ke atas (seperti
terdapat pada manusia dan hewan)
·
Bagian dari sesuatu yang terletak di
bagian atas atau depan yang merupakan bagian yang penting (kepala Ketera
api, kepala meja).
·
Bagian dari sesuatu yang berbentuk
bulat (kepala paku, kepla jarum)
·
Pemimpin atau ketua (kepala
sekolah, kepala kantor)
·
Jiwa orang seperti dalam kalimat “setiap
kepala menerima bantuan RP. 5000.000”
·
Akal budi seperti dalam kalimat “ badanya
besar tetapi kepalanya kosong”.
Konsep polisemi hampir sama dengan konsep
homonimi. Perbedaanya adalah homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah
kata atau lebih yang kebetulan maknanya sama. Tentu saja homonimi itu bukan
sebuah kata maka maknanya pun berbeda. Makna kata pada homonimi tidak ada
kaitannya atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari
satu, makna kata pada polisemi masih ada hubungannya antara makna yang satu
dengan yang lain karen memang kembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata
tersebut.
6. Ambiguitas
Ambiguitas
adalah ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua
arti. Pengertian ambiguitas hampir sama dengan pengertain polisemi. Perbedaanya
terletak pada kegandaan makna dalam polisemi dari kata, sedangkan kegandaan
makna pada ambiguitas berasal dari satuan yang lebih besar yaitu frase atau
kalimat dan terjadi akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
Misalnya buku
sejarah baru dapat ditasfirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru
terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru. Contoh lain orang
malas lewat sana dapat ditafsirkan sebagai (1) jarang ada orang yang mau
lewat si sini, atau (2) yang mau lewat di sini hanya orang-orang malas.
Pengertian
ambiguitas hampir sama dengan homonimi. Perbedaanya terletak pada apabila
homonimi dilihat sebagai bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna yang
berbeda, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan makna yang berbeda
sebagai akibat dari berbedanya penafsiran struktur gramatikal bentuk tersebut.
Ambiguitas hanya terjadi pada tataran frase dann kalimat sedangkan homonimi
dapat terjadi pada semua satuan gramatikal.
7. Redundansi
Redudansi artinya sebagai berlebih- lebihan pemakaian unsur segmental dalam
suatu bentuk ujaran. Umpamanya ibu
membuat kue, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan kue dibuat oleh ibu. Pemakaian kata oleh pada kalimat yang kedua dianggap
sebagai sesuatu yang redundansi, yang sebenarnya tidak perlu. Contoh lain ;
petani mencangkul kebunnya, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan
petani sedang mencangkul kebunnya. Pemakaian kata sedang pada kalimat yang
kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang sebenarnya tidak perlu.
Makna adalah sesuatu yang fononema dalam ujaran , sedangkan informasi adalah sesuatu yang diluar ujaran. Jadi yang sama antara kalimat pertama
dan kalimat kedua di atas bukan maknanya melainkan informasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa
Indonesia, makna kata saling berhubungan, hubungan kata itu disebut relasi
makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam- macam antara lain Sinonim sering disebut dengan
persamaan kata.Antonimi sering disebut dengan lawan
kata, Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase, )
yang memiliki makna lebih dari satu. Homonimi
adalah 2 buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama; maknanya
tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang
berlainan. Homofoni adalah adanya
kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan.Homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya tetapi
ucapan dan maknanya tidak sama. Hifonimi adalah
hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna
bentuk ujaran yang lain. Ambiguitas adalah
hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna
bentuk ujaran yang lain. Istilah redudansi biasanya diartikan
sebagai berlebih-lebihan penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
B. Saran
Demikian sekelumit tugas yang bisa kami persembahkan.
Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Bandung : Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik. Leksikal. Bandung : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar